Cek! ini penting

Rabu, 18 Desember 2013

Cerpen: Andaikan



Malam yang gelap, diselimuti oleh angin yang malam yang bisa kurasakan dinginnya dan ditemani oleh bintang serta bulan. Tiba-tiba ponsel ku bergetar, ku raih ponselku dan ketika ku lihat ternyata ada pesan singkat dari sebuah nomor telepon yang tidak kukenal. Kemudian aku buka sms nya yang berisi, “Halo kak, saya Arya, saya yang sering diceritain sama kak Rahman. Ini kak Riris kan?” Sontak aku senang, “Akhirnya aku punya teman smsan juga” Batinku. Kemudian kubalas pesan singkat dari nya, “Hai, ya. Iya benar ini aku Riris..”

Mulai saat itu, kami jadi sering sekali SMS-an. Pernah sesekali iya me miss call ku. Aku tidak tahu apa tujuannya. Hari berganti hari, baru tiga hari kami SMS an, tiba-tiba ia mengatakan, “Hmm, kak. Bagaimana kalau kita berpacaran? Eh tapi mungkin kakak gak mau, ya? Kan kakak mau UN. Mungkin saja aku menggangu kakak..” Dia beralibi. Kemudian ada pesan singkat yang tidak cukup di pesan sebelumnya, “Tapi, jika tidak dicoba, mana seru. Ah, saya telpon ya kak. Angkat lho!” Belum sempat ku membalas ponselku kembali bergetar, ketika itu pula dia menelponku. 

“Halo, kak. Hmm, jadi gimana ya bilangnya. Hmm, saya bingung nih..”
“Yaudah, ngomong aja, jangan bingung-bingung deh…”
“Okay, jadi gini, kak. Mau gak jadi pacar saya?”
“Hmm, gue bingung deh gimana ya jawabnya? Emang harus di jawab sekarang juga, ya? Hahaha”
“Emang mau nya kapan? Atau mau ngomong langsung?”
“Eh, jangan. Iya, hmm, jadi, gue… bagaimana kalau gue jawab IYA…?”
“Iya, iya apa nih? Hahaha”
“Iya, gue mau jadi pacar lu, hahaha…”
“Serius kak? Yaudah saya matiin ya.”
“Ya, gue serius kok. Okay.”

*tut-tut-tut-tut*

Telepon pun terputus dan resmi lah saat ini kita berpacaran. Dan aku, aku mulai terbiasa untuk mengetik kata ‘aku-kamu’ dengan laki-laki, dengan notaben aku yang sudah menjomblo selama 2 tahun dan sekarang aku memiliki pacar, seorang  adik kelas, 2 tahun dibawah ku.

Malam minggu alias malming dia menelepon ku. Aku sangat gembira, ya maklum lah seorang mantan jomblo setelah lama tidak di telepon oleh laki-laki. Akhirnya, dia menelpon ku ketika ia sedang nongkrong diluar bersama teman-teman tongkrongan nya, sambil mendengar ledekan yang datang silih berganti dari teman-temannya. Aku hanya tertawa kecil mendengarnya. Kemudian kami melanjutkan bincang-bincang singkat kami. Kemudian tiba-tiba ia mengatakan “sms-an aja ya, berisik banget soalnya..” “Oh, yaudah..” Seketika handphone ku mati, jujur, aku merasa sedih. Tapi kucoba tetap senang, “Masih mending dia mau telepon elu, Ris..” Batinku. Kami kembali sms-an. SMS dan tiba-tiba aku mulai mengantuk dan aku katakan, “ya, aku tidur dulu ya, good night, ya.{}” Dia membalas, “Yaudah, have a nice dream{}:*”

Hari Senin pun datang, ini adalah hari pertama UAS. Aku dan dia, kita saling memberi semangat, satu-sama lain. Aku tak menyangka, hari ini akan dibully oleh teman-teman sekelasku, karena mereka semua mengetahui bahwa aku berpacaran dengan adik kelas. Hmm, tapi dihari pertama aku tidak melihat dia sama sekali. Begitu juga dihari kedua. Tapi di hari ketiga aku bertemu dengannya. Aku di antarkan pulang, tidak kerumah, hanya separuh jalan saja. Karena rumah ku dengan rumahnya memiliki jarak yang sangat-sangat jauh. Dia berkata “tidak apa-apa, aku sih santai.” Tapi tidak denganku, aku khawatir denganmu. Baiklah, akhirnya ia mengalah dan mengantar ku sampai separuh jalan kesepakatan kita tadi. Sesampainya aku di tempat tersebut, aku turun, kita mengobrol sebentar sambil mencubit kecil pipiku. Kemudian angkutan yang aku tunggu datanglah. Langsung aku naik ke dalam angkutan umum tersebut, kulihat ia sudah hilang dari selayang pandang ku, mungkin ia sudah pulang. Ya, langsung saja aku meng-sms dia, “Terimakasih sudah mengantarku tadi, hihi. Hati-hati, ya{}” “Iya sama-sama, kamu juga yaa{}”

Belum malam hari, Sekitar sehabis Ashar, sekitar pukul  16.00 dia menelpon ku, aku angkat dan kita bercanda-canda sekitar kurang lebih 1 jam. Kita mengobrol apapun, sangat atraktiv. Aku senang mendengar suaranya, mendengar tawanya. Hari-hariku sangatlah terasa indah. Sudah dekat Maghrib, kami pun menghentikan obrolan kami melalui ponsel selular. Kita menghentikan obrolan untuk bersih diri dari kegiatan yang melelahkan selama setengah hari. Malam hari pun datang, kita kembali sms an sampai larut, jam menunjukkan pukul 21.57 WIB. Aku mulai mengantuk, begitu juga dia. Aku pun tak sengaja tertidur, dan dia kembali meng-sms ku “Yah kan aku ditinggal tidur, yaudah good night imut, have a nice dream{}:p”
Aku merasa bersalah padanya, karena aku tak memberi tahunya bahwa aku sudah mulai mengantuk, dan aku hendak tidur mendahuluinya. Alasanku adalah, karena aku ingin terus kita berhubungan tanpa ada waktu yang menghalangi, tapi waktu tak mengizinkan ku terus menghubunginya. Sampai akhirnya pagi pun datang, langsung saja ku ambil ponsel ku dan mulai mengetik pesan singkat untuk dia, “ya, maaf banget aku tidur duluan, maaf banget yaL Good morning{} have a nice day:*” “Iya gapapa hehe, morning too{}” Balasnya. Ku merasa ada sesuatu yang berbeda, tak seperti biasanya. Baiklah, mungkin itu hanya perasaanku saja.
Sesampainya aku disekolah, tak banyak aku mengirim pesan singkat untuknya karena bel telah berbunyi, pertanda ujian 2 mata pelajaran pertama akan dimulai, waktu seolah-olah aku kuasai sebentar untuk memberi semangat untuk dia yang terkasih, “Semangat ya ujiannya J{}…” Tidak ada lagi pesan masuk yang datang, baiklah kupikir ponselnya sudah diletakkannya di dalam tas.
Ujian hari itu pun telah berakhir, siang datang tak lupa ku mengirim pesan singkat kepadanya “Jangan lupa Sholat Dzuhur dan makan siang yaaa! ;))” “Yaa,baiklah, sebentar ya, aku mau sholat…” balasnya. “Selesai ;;) iya tapi aku malas makan siang, aku ngantuk..” Pesan tersebut muncul di ponselku.  “Yaudah, tidur gih~Makan dulu tapi, yaaa” Aku membalas.
Kurang lebih 45 menit dia tak membalas pesan singkatku, aku sedang bermain di rumah temanku, bersama dengan teman lainnya. Seketika ada pesan masuk, aku senang karena ponselku bergetar. Isi pesan singkatnya adalah “Hmm, kita putus ya?” “Kenapa? Haha” balasku singkat. Beebrapa menit kemudian dia membalas “Aku masih sayang sama mantanku, aku gak mau kamu jadi pelampiasan aku, maafL” Aku lemas, baru 6 hari kita berpacaran tapi aku rasa aku sudah mulai untuk mencintainya. Aku menjadi merasa bersalah terhadap diriku ini, aku merasa aku sangat-sangat terlalu cepat mencintai orang yang sebelumnya tidak aku kenal. Aku tidak tau harus membalas apa, kuserahkan ponselku ke temanku yang berada di samping ku, “Ris, kok dia parah banget sih?” Tanya temanku, aku hanya tersenyum menjawab pertanyaan darinya, aku tak sanggup berkata-kata.



Kini hari-hari ku sepi tanpanya. Andaikan aku tak pernah bertemu dengannya, mungkin aku tak perlu merasa terbang terlalu jauh dan jatuh terlalu keras. Andaikan aku dulu tak terlalu cepat mencintainya, mungkin sampai hari ini aku masih bisa tersenyum lebar tanpa harus menutupi sesuatu. Andaikan waktu itu dia tidak memintaku untuk menjadi kekasihnya, mungkin saat ini aku masih bisa menghubunginya lewat pesan singkat di ponselku. Andaikan waktu memberiku izin untuk bersamanya lebih lama, mngkin hari-hariku akan terus berwarna. Tapi apalah daya, tuhan menginginkan jalan lain untukku. Mngkin tuhan menunjukkanku bahwa sebenarnya ia seseorang yang tidak baik, atau tuhan ingin memberitahu kepadaku rasanya memiliki seseorang yang hanya sebentar untuk pelajaranku di hari esok agar aku lebih bisa lebih bijak dalam mengambil sikap. Hanya tuhan yang mengetahuinya, karena terkadang apa yang kita inginkan bisa jadi bukan yang kita butuhkan.